Rabu, 05 Februari 2014

Sejarah BMX

BMX pertama kali muncul pada awal tahun daerah California selatan ini memulai membalap sepeda merek 1970-an. Ukuran dan ketersediaan model design oleh Schwin yang dinamai Schwin Sting Ray membuatnya dijadikan pilihan sepeda yang sesuai, hanya karena didesain mudah untuk dipakai dan kesesuaian penampilan dan kemampuan sebagai sepeda BMX.

 Lomba BMX sangat fenomenal pada pertengahan tahun 1970. Saat itu masih mengadopsi lomba offroad (lintasan tanah). Pada pertengahan dekade, olahraga ini mulai dikenal dan banyak produsen yang tertarik untuk mulai memproduksinya.Pada April 1981, Federasi BMX International didirikan, Kejuaraan Dunia pertama diselenggarakan pada tahun 1982. Sejak January 1993, BMX berintegrasi menjadi Union Cycliste Internationale.
BMX Freestyle adalah ajang kompetisi tahunan di Summer X Games Extreme dan Etnies, diselenggarakan besar-besaran di dua negara bagian Amerika Serikat. Pada tahun 2003, the Komite Olimpiade International menetapkan BMX sebagai olahraga Olimpiade pada tahun 2008 di Beijing, China. Adalah Maris Stromberg (pemuda dari Latvia) dan Anne-Caroline Chausson (gadis asal Perancis) telah dinobatkan sebagai Juara Olimpiade pertama.

 Sejarah di Indonesia pada Akhir 80an dan awal 90an boleh dikata masa suram bagi perkembangan BMX di Indonesia. Nama komunitas penggemar BMX sudah terlanjur dicap jelek oleh mata awam. Berbau kriminal dan beragam tindakan negatif lainnya. Buntutnya, dunia BMX sepi dari arena lomba. Sponsor pun enggan mengucurkan dana, pamor BMX turun drastis. BMX mulai terangkat lagi pada tahun 1995. Ini gara-garanya, beberapa pemain lamanya ternyata masih suka ngumpul di Senayan.
Komunitas Senayan ini pun tumbuh pesat, berkembang menjadi sentral dan ajang kumpul bagi seluruh komunitas BMX di Jakarta dan sekitarnya. Ada yang datang dari Kemayoran, Pulo Gebang, Pondok Kopi, Ciputat, bahkan ada dari Depok dan Cikarang. Kini, komunitas yang ada tumbuh berdasarkan lokasi saja. Kecil-kecil tapi jumlahnya bisa sampai ratusan. ”Yang di Senayan itu hanya tempat nongkrong saja. Bukan sebuah tempat asosiasi.” Komunitas BMX yang tumbuh berdasarkan lokasi main amat mudah dijumpai di seantero Jabotabek. Lihat saja Super Tetra, sebuah komunitas BMX yang didirikan oleh anak-anak muda di bilangan Kayu Tinggi, Pulo Gebang dan sekitarnya. Komunitas ini tumbuh dari seringnya frekuensi berjumpa dan bermain bersama di satu lokasi.
Keterbatasan alat bantu untuk bermain membuat rasa solidaritas tumbuh subur. Tak jarang, mereka harus membuat sendiri sebuah papan lompatan. Semuanya serba mandiri. Mencari kayu sisa proyek bangunan, merancang hingga membuat papan itu. Dari situ, kekompakan dan daya kreativitas terjalin dengan bagus.
Di luar negeri, perkembangan BMX sudah demikian maju. Riders  itu tak bakal kesulitan mencari arena bermain untuk semua kelas. Sponsor pun jor-jor-an dalam mendukung sebuah tim. Semuanya serba disiapkan dengan serius. Contoh paling gampang, soal teknologi. Mereka sudah memproduksi sepeda BMX dengan bahan aluminium alloy dan titanium. Alhasil, sepeda makin kuat tahan banting tapi amat ringan untuk diajak menari di udara. Anak-anak muda kita hanya bisa melihatnya lewat majalah, internet dan tontonan di VCD. Dan bagi mereka itu sudah cukup memuaskan.
 
 
 
Sumber : http://rumahbmx.blogspot.com/2012/10/sejarah-bmx.html#.UvILHvtN8lR

0 komentar:

Posting Komentar