Sejarah BMX
BMX pertama
kali muncul pada awal tahun daerah
California selatan ini memulai membalap sepeda merek 1970-an. Ukuran dan
ketersediaan model design oleh Schwin yang dinamai Schwin Sting Ray
membuatnya dijadikan pilihan sepeda yang sesuai, hanya karena didesain
mudah untuk dipakai dan kesesuaian penampilan dan kemampuan sebagai sepeda BMX.
Lomba BMX sangat fenomenal pada pertengahan tahun 1970. Saat
itu masih mengadopsi lomba offroad (lintasan tanah). Pada pertengahan
dekade, olahraga ini mulai dikenal dan banyak produsen yang tertarik
untuk mulai memproduksinya.Pada April 1981, Federasi BMX International didirikan, Kejuaraan
Dunia pertama diselenggarakan pada tahun 1982. Sejak January 1993, BMX
berintegrasi menjadi Union Cycliste Internationale.
BMX Freestyle adalah
ajang kompetisi tahunan di Summer X Games Extreme dan Etnies,
diselenggarakan besar-besaran di dua negara bagian Amerika Serikat. Pada
tahun 2003, the Komite Olimpiade International menetapkan BMX sebagai
olahraga Olimpiade pada tahun 2008 di Beijing, China. Adalah Maris
Stromberg (pemuda dari Latvia) dan Anne-Caroline Chausson (gadis asal
Perancis) telah dinobatkan sebagai Juara Olimpiade pertama.
Sejarah di Indonesia pada Akhir 80an dan awal 90an boleh dikata masa suram bagi perkembangan BMX di Indonesia. Nama komunitas penggemar BMX sudah terlanjur dicap jelek oleh mata awam. Berbau kriminal dan beragam tindakan negatif lainnya. Buntutnya, dunia BMX sepi dari arena lomba. Sponsor pun enggan mengucurkan dana, pamor BMX turun drastis. BMX mulai terangkat lagi pada tahun 1995. Ini gara-garanya, beberapa pemain lamanya ternyata masih suka ngumpul di Senayan.
Komunitas
Senayan ini pun tumbuh pesat, berkembang menjadi sentral dan ajang
kumpul bagi seluruh komunitas BMX di Jakarta dan sekitarnya. Ada yang
datang dari Kemayoran, Pulo Gebang, Pondok Kopi, Ciputat, bahkan ada
dari Depok dan Cikarang. Kini, komunitas yang ada tumbuh berdasarkan
lokasi saja. Kecil-kecil tapi jumlahnya bisa sampai ratusan. ”Yang di
Senayan itu hanya tempat nongkrong saja. Bukan sebuah tempat asosiasi.”
Komunitas BMX yang tumbuh berdasarkan lokasi main amat mudah dijumpai di
seantero Jabotabek. Lihat saja Super Tetra, sebuah komunitas BMX yang
didirikan oleh anak-anak muda di bilangan Kayu Tinggi, Pulo Gebang dan
sekitarnya. Komunitas ini tumbuh dari seringnya frekuensi berjumpa dan
bermain bersama di satu lokasi.
Keterbatasan alat bantu untuk bermain membuat rasa solidaritas tumbuh
subur. Tak jarang, mereka harus membuat sendiri sebuah papan lompatan.
Semuanya serba mandiri. Mencari kayu sisa proyek bangunan, merancang
hingga membuat papan itu. Dari situ, kekompakan dan daya kreativitas
terjalin dengan bagus.
Di luar negeri, perkembangan BMX sudah demikian maju. Riders itu
tak bakal kesulitan mencari arena bermain untuk semua kelas. Sponsor
pun jor-jor-an dalam mendukung sebuah tim. Semuanya serba disiapkan
dengan serius. Contoh paling gampang, soal teknologi. Mereka sudah
memproduksi sepeda BMX dengan bahan aluminium alloy dan titanium.
Alhasil, sepeda makin kuat tahan banting tapi amat ringan untuk diajak
menari di udara. Anak-anak muda kita hanya bisa melihatnya lewat
majalah, internet dan tontonan di VCD. Dan bagi mereka itu sudah cukup memuaskan.
Sumber : http://rumahbmx.blogspot.com/2012/10/sejarah-bmx.html#.UvILHvtN8lR
0 komentar:
Posting Komentar